Tugas Hukum Otonomi Daerah "Sumber Pendapatan Daerah" ( uu no.23 tahun 2014)
NAMA : THANIA PUTRI MARNI
NIM : 11010115120024
KELAS : F HOD
Sumber pendapatan daerah menurut UU
no 23 tahun 2014
Pendapatan
Pasal 285
(1)
Sumber pendapatan Daerah terdiri atas:
a. pendapatan asli Daerah meliputi:
1. pajak daerah;
2. retribusi daerah;
3. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang
dipisahkan;
dan
4. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah;
b. pendapatan transfer; dan
c. lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
(2) Pendapatan transfer sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. transfer Pemerintah Pusat terdiri atas:
1. dana perimbangan;
2. dana otonomi khusus;
3. dana keistimewaan; dan
4. dana Desa.
b. transfer antar-Daerah terdiri atas:
1. pendapatan bagi hasil; dan
2.
bantuan keuangan.
Pasal
286
(1)
Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang
pelaksanaan di Daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.
(2)
Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar
yang diatur dalam undang-undang.
(3)
Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 285 ayat (1) huruf a angka 3 dan lain-lain pendapatan asli daerah yang
sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (1) huruf a angka 4 ditetapkan
dengan Perda dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
287
(1)
Kepala daerah yang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang
diatur dalam undang-undang dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan
hak-hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
selama 6 (enam) bulan.
(2)
Hasil pungutan atau dengan sebutan lain yang dipungut oleh kepala daerah di
luar yang diatur dalam undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disetorkan seluruhnya ke kas negara.
Pasal
288
Dana
perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (2) huruf a angka 1)
terdiri atas:
a. DBH;
b. DAU; dan
c.
DAK.
Pasal
289
(1)
DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 huruf a bersumber dari:
a. pajak;
b. cukai; dan
c. sumber daya alam.
(2)
DBH yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. pajak bumi dan bangunan (PBB); dan
b. PPh Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang
pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21.
(3)
DBH yang bersumber dari cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
cukai hasil tembakau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
DBH yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c berasal dari:
a. penerimaan kehutanan
yang berasal dari iuran izin usaha pemanfaatan hutan (IIUPH), provisi
sumber daya hutan
(PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan;
b. penerimaan
pertambangan mineral dan batubara yang berasal dari penerimaan iuran tetap
(landrent) dan
penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan
dari wilayah Daerah yang bersangkutan;
c. penerimaan negara
dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah
Daerah yang bersangkutan;
d. penerimaan negara
dari sumber daya alam pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah
yang bersangkutan; dan
e. penerimaan dari
panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah Pusat, iuran tetap,
dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan.
(5)
Menteri teknis menetapkan Daerah penghasil dan rencana penerimaan negara dari
sumber daya alam per Daerah sebagai dasar alokasi dana bagi hasil sumber daya
alam paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan
dilaksanakan.
(6)
Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada
lebih dari satu Daerah, menteri teknis menetapkan Daerah penghasil sumber daya
alam berdasarkan pertimbangan Menteri paling lambat 60 (enam puluh) Hari
setelah usulan pertimbangan dari Menteri diterima.
(7)
Daerah penghasil dan rencana penerimaan negara dari sumber daya alam per Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.
Pasal
290
(1)
DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 huruf b dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
(2)
DAU suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal.
(3)
Proporsi DAU antara Daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan
pertimbangan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
(4)
Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kebutuhan fiskal
dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.
(5)
Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, baik
Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan tidak terkait
Pelayanan Dasar maupun Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1).
(6)
Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari
pendapatan asli Daerah dan DBH.
(7)
Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
291
(1)
Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan DAU dalam nota keuangan dan rancangan
APBN tahun anggaran berikutnya, yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
(2)
Kebijakan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas terlebih dahulu dalam
forum dewan pertimbangan otonomi daerah sebelum penyampaian nota keuangan dan
rancangan APBN ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
(3)
Dalam menetapkan kebijakan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
Pusat mempertimbangkan Daerah yang berciri kepulauan.
(4)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan menetapkan
alokasi DAU untuk setiap Daerah provinsi dan kabupaten/kota setelah APBN
ditetapkan.
Pasal
292
(1)
DAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 huruf c bersumber dari APBN
dialokasikan pada Daerah untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
(2)
Kebijakan DAK dibahas dalam forum dewan pertimbangan otonomi daerah sebelum
penetapan rencana kerja Pemerintah Pusat.
(3)
Menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian mengusulkan kegiatan
khusus kepada kementerian yang menyelenggarakan perencanaan pembangunan
nasional dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
keuangan.
(4)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perencanaan
pembangunan nasional mengoordinasikan usulan kegiatan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dengan Menteri, kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan bidang keuangan, dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk
ditetapkan dalam rencana kerja Pemerintah Pusat sebagai kegiatan khusus yang
akan didanai DAK.
(5)
Kegiatan khusus yang telah ditetapkan dalam rencana kerja Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar pengalokasian DAK.
(6)
Alokasi DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) per Daerah ditetapkan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.
Pasal
293
Ketentuan
lebih lanjut mengenai supervisi, pemonitoran dan pengevaluasian atas penggunaan
DBH, DAU, dan DAK diatur dalam peraturan pemerintah.
Pasal
294
(1)
Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (2) huruf a angka
2 dialokasikan kepada Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan
ketentuan undang-undang mengenai otonomi khusus.
(2)
Dana keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (2) huruf a angka 3
dialokasikan kepada Daerah istimewa sesuai dengan ketentuan undang-undang
mengenai keistimewaan.
(3)
Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (2) huruf a angka 4
dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan
masyarakat Desa berdasarkan kewenangan dan kebutuhan Desa sesuai dengan
ketentuan undang-undang mengenai Desa.
(4)
Pendapatan bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (2) huruf b
angka 1 adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu Daerah yang
dialokasikan kepada Daerah lain berdasarkan angka persentase tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)
Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (2) huruf b angka 2
adalah dana yang diberikan oleh Daerah kepada Daerah lainnya baik dalam rangka
kerja sama Daerah maupun untuk tujuan tertentu lainnya.
Pasal
295
(1)
Lain-lain pendapatan Daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat
(1) huruf c merupakan seluruh pendapatan Daerah selain pendapatan asli Daerah
dan pendapatan transfer, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain
pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2)
Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan berupa uang, barang,
dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah Pusat, Daerah yang lain, masyarakat,
dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang bertujuan untuk menunjang
peningkatan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Pasal
296
(1)
Dana darurat dapat dialokasikan pada Daerah dalam APBN untuk mendanai keperluan
mendesak yang diakibatkan oleh bencana yang tidak mampu ditanggulangi oleh
Daerah dengan menggunakan sumber APBD.
(2)
Ketidakmampuan keuangan Daerah dalam menangani bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(3)
Dana darurat sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) diberikan pada tahap
pascabencana.
(4)
Dana darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk mendanai
perbaikan fasilitas umum untuk melayani masyarakat.
(5)
Dana darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Daerah yang
mengalami bencana kepada Menteri.
(6)
Menteri mengoordinasikan usulan dana darurat kepada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan setelah berkoordinasi
dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(7)
Alokasi dana darurat kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
keuangan.
Pasal
297
(1)
Komisi, rabat, potongan, atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang dapat dinilai dengan uang secara langsung sebagai akibat dari
penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang dan jasa
termasuk penerimaan bunga, jasa giro, atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan
uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang Daerah atau dari
kegiatan lainnya merupakan pendapatan Daerah.
(2)
Semua pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila berbentuk
uang harus segera disetor ke kas umum Daerah dan berbentuk barang menjadi milik
Daerah yang dicatat sebagai inventaris Daerah.
Penjelasan
pasal demi pasal :
Pasal
285
Yang dimaksud dengan “hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang
dipisahkan” antara lain
bagian laba dari BUMD dan hasil kerja sama dengan pihak ketiga.
Yang dimaksud dengan “lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah”
antara lain penerimaan
Daerah di luar pajak daerah dan retribusi daerah seperti jasa giro
dan hasil penjualan aset
Daerah.
Yang dimaksud dengan “dana Desa” adalah dana yang bersumber dari
APBN yang
diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota
dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan Desa yang mencakup
pelayanan, pembangunan,
dan pemberdayaan masyarakat.
Yang dimaksud dengan “bantuan keuangan” adalah:
a. bantuan keuangan antar-Daerah provinsi;
b. bantuan keuangan antar-Daerah kabupaten/kota;
c. bantuan keuangan Daerah provinsi ke Daerah kabupaten/kota di
wilayahnya dan/atau
Daerah kabupaten/kota di luar wilayahnya; dan
d. bantuan keuangan Daerah kabupaten/kota ke Daerah provinsinya
dan/atau Daerah
provinsi lainnya.
Pasal 289wayaauajmww.hukumonline.com
Ayat 2
Huruf a Yang dimaksud dengan “pajak bumi dan bangunan” dalam
ketentuan ini adalah pajak yang
dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai
dan/atau dimanfaatkan di kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, pertambangan, berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan.
Huruf b Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.
Ayat 6
Pertimbangan Menteri terkait dengan penentuan batas wilayah.
Pasal 291
Daerah berciri kepulauan dipertimbangkan dengan menggunakan luas
wilayah laut dalam perhitungan DAU.
sPasal 294
Contoh pendapatan bagi hasil adalah bagi hasil pajak kendaraan
bermotor yang dibagikan oleh Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota di
wilayahnya.
Ayat (5) Bantuan keuangan dapat diberikan antar-Daerah provinsi,
antar-Daerah kabupaten/kota, dan dari Daerah provinsi kepada Daerah
kabupaten/kota atau sebaliknya.
Pasal 297
Yang dimaksud dengan “harus segera disetor ke kas umum Daerah”
adalah berdasarkan jatuh tempo bunga, rabat, potongan atau penerimaan lain.
Komentar
Posting Komentar