Tugas hukum lau internasionalt ke-1
TUGAS
HUKUM LAUT INTERNASIONAL
PENGATURAN
ZONA TAMBAHAN INDONESIA BERDASARKAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL 1982
Disusun oleh :
NIM : 11010115120024
KELAS : (D) HUKUM LAUT INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Setelah
berakhirnya Perang Dunia II, tidak ada cabang hukum Internasional yang lebih
banyak mengalami perubahan secara mendalam dan revolusioner, selain daripada
hukum laut. Hukum laut telah mengalami perubahan-perubahan yang mendalam sesuai
dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan sember kekayaan mineral yang
terkandung di dasar laut itu sendiri, merupakan penghubung bangsa-bangsa dari
segala sektor kegiatan manusia, dan kekayaan sumber serta kerena 70% dari
permukaan bumi terdiri dari laut. Kini hukum laut tidak hanya mengatur atau
mengurus kegiatan negara-negara di atas permukaan laut saja, tetapi telah
mengatur dan mengurus kegiatan pada dasar laut dan kekayaan mineral yang
terkandung di dalamnya.
Melalui United Nations on the Law
of the sea (UNCLOS) pada tahun 1982, yang diratifikasi oleh 140 negara.
Konvensi ini mengatur pemanfaatan laut sesuai dengan status hukum dari delapan
zonasi pengaturan. Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional 1982 adapun zonasi
hukum laut yaitu:
·
Perairan Pedalaman (internal waters)
·
Perairan Kepulauan (archiplegic waters)
·
Laut Teritorial (teritorial waters)
·
Zona Tambahan (contingous waters)
·
Zona Ekonomi Eksklusif (exclusif
economic zone)
·
Landas Kontinen (continental shelf)
·
Laut Lepas (high seas)
·
Kawasan Dasar Laut Internasional
(international sea-bed area)
I.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “Pengaturan Zona Tambahan Indonesia
Berdasarkan Hukum Laut 1982”, maka masalah yang akan dibahas sebagai berikut :
A.
Bagaimana Ketentuan Hukum Zona Tambahan Indonesia ?
B. Apa Pengertian Zona Tambahan ?
I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari makalah ini
ialah :
A.
Mengetahui Ketentuan Hukum Zona Tambahan Indonesia.
B.
Mengetahui Zona Tambahan.
BAB II
PEMBAHASAN
II A. Ketentuan Hukum Zona Tambahan
Indonesia
Indonesia sampai saat ini belum
mengumumkan zona tambahannya maupun memiliki peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang penetapan batas terluar, maupun tentang penetapan garis batas
pada zona tambahan yang tumpang tindih atau yang berbatasan dengan zona
tambahan negara lain. Badan Pembinaan Hukum
Nasional dari Depertemen Kehakiman dan HAM pernah melakukan pengkajian dan
menghasilkan suatu naskah akademik dan rancangan undang-undang tentang Zona
Tambahan, namum sampai saat ini belum menjadi undang-undang. Menurut ketentuan
pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis pangkal yang telah ditetapkan
sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus dicantumkan dalam peta-peta
dengan skala yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya dapat
dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang secara tegas jelas memerinci
datum geodetik.
Indonesia mempunyai Yurisdiksi
pengawasan di Zona Tambahan untuk mencegah dan menindak pelanggaran bea cukai,
imigrasi, fiskal dan saniter. Zona
Tambahan Indonesia adalah perairan yang berdampingan dengan Laut Teritorial
Indonesia yang dapat diukur selebar 24 mil laut dari Garis Pangkal Lurus
Kepulauan. Pendapat pakar hukum laut, Hasyim Djalal mengenai Zona Tambahan
(contiguous zone) adalah sepanjang yang
berkaitan dengan batas zona tambahan, belum ada satupun batas yang ditetapkan
dengan negara-negara tetangga. Malah Indonesia sampai sekarang belum lagi
mengundangkan ketentuannya mengenai zona tambahan ini. Walaupun seluruh negara
tetangga telah mengundangkannya, disinilah kelalaian Indonesia yang sangat
menonjol. Karena itu sangat penting bagi Indonesia untuk menetapkan ketentuan
perundang-undangan mengenai ketentuan zona tambahan dan kemudian merundingkan
batas-batas dengan negara-negara terkait, khususnya Thailand, Malaysia,
Philipina, dan Australia.
Penyusunan hukum di Zona Tambahan
yaitu yang tepat yakni dengan menyempurnakan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996
tentang Perairan Indonesia dengan menambahkan pengaturan Zona Tambahan
Indonesia, dengan alasan judul pengaturan dalam UNCLOS 1982 adalah: “Territorial Sea And Contiguous Zona”.
Konsep pengaturan hukum di Zona Tambahan Indonesia, yang dibagi kedalam 4 pasal
yaitu:
·
Pasal 1 ayat (1) di zona yang berbatasan
dengan Laut Teritorial Indonesia, selanjutnya disebut Zona Tambahan Indonesia,
aparat penegak hukum yang berwenang dapat melakukan pengawasan yang perlu untuk
:
a. Mencegah pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan di bidang kepabeanan, kefiskalan, keimigrasian, dan
kekarantinaan dalam wilayah darat atau wilayah perairan Indonesia.
b. Menindak pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan tersebut dalam huruf a yang dilakukan di dalam wilayah atau
laut teritorial Indonesia.
ayat (2) pengangkatan Zona Tambahan tidak dapat
melebihi 24 mil laut diukur dari garis pangkal untuk mengatur lebar Laut
Teritorial.
·
Pasal 2 pengangkatan benda purbakala
atau benda sejarah dari zona tambahan Indonesia hanya daoat dilakukan dengan izin
pemerintah.
·
Pasal 3 ayat (1) dengan tidak mengurangi
ketentuan pasal 2, pengangkatan dan pemanfaatan karangka kapal, benda berharga
atau muatan kapal yang tenggelam (BMKT) dari Zona Tambahan, hanya dapat
dilakukan dengan izin pemerintah.
ayat (2) kerangka kapal atau barang berharga asal
muatan kapal yang tenggelam sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), yang dalam
waktu 30 tahun setelah tenggelam tidak diangkat dari dasar laut, dianggap telah
ditinggalkan oleh pemiliknya, dan oleh karena itu menjadi milik negara.
·
Pasal 4 berisi sanksi-sanksi atas
pelanggaran hukun yang berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia berlaku
terhadap pelanggaran hukum atas ketentuan-ketentuan di Zona Tambahan Indonesia.
II B. Pengertian Zona Tambahan
Di
luar laut teritorial, dalam suatu zona yang berbatasan dengannya yang disebut
zona tambahan. Zona tambahan adalah laut yang terletak pada sisi luar dari
garis pangkal dan tidak melebihi 24 mil laut dari garis pangkal. Di zona
tambahan ini kekuasaan negara terbatas untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran
terhadap bea cukai, fiskal, imigrasi dan saniter. Negara pantai pun dapat
melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran
tersebut. Pengertian zona tambahan menurut J.G Starke adalah suatu jalur
perairan yang berdekatan dengan batas jalur maritim atau teritorial, namun
tidak termasuk kedaulatan negara pantai, tetapi dalam zona ini negara pantai
memiliki kewenangan melaksanakan hak-hak pengawasan tertentu untuk mencegah
terjadinya pelanggaran peraturan perundang-undangan saniter, bea cukai, fiskal,
pajak dan juga imigrasi diwilayah laut teritorialnya. Batas zona tambahan
sepanjang 12 mil atau tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal.
Dalam pasal 24 angka (1) UNCLOS III
mengenai Zona Tambahan, dinyatakan bahwa suatu zona dalam laut lepas yang
bersambungan dengan laut teritorial negara pantai itu memiliki kewenangan
melaksanakan pengawasan yang dibutuhkan untuk :
(1). Mencegah pelanggaran perundang-undangan
yang berkaitan denagn masalah bea cukai, perpajakkan, keimigrasian, dan
kesehatan kelautan.
(2).
Kewenangan untuk menghukum pelanggaran-pelanggaran atau peraturan-peraturan
perundang-undangan diatas.
Di
luar empat bidang di atas berarti terdapat kebebasan-kebebasan internasional
yang harus dihormati seperti kebebasan berlayar bagi kapal asing, kebebasan
terbang bagi pesawat asing serta kebebasan memasang pipa dan kabel bawah
laut. Di dalam ayat 2 ditegaskan tentang
lebar maksimum dari zona tambahan tidak boleh melampaui dari 12 mil laut yang
diukur dari garis pangkal. Hal ini berarti bahwa zona tambahan tersebut hanya
mempunyai arti bagi negara-negara yang mempunyai lebar laut berdasarkan
konvensi Hukum Laut Jenewa tahun 1958 dan sudah tidak berlaku lagi setelah
adanya ketentuan baru dalam Konvensi
Hukum Laut 1982. Menurut pasal 33 Konvensi Hukum Laut 1982, zona
tambahan tidak melebihi 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut
teritorial itu diukur.
BAB
III
PENUTUP
III A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan
di dalam isi dan pembahasan, maka adapun kesimpulan dari penulisan makalah ini
adalah :
Indonesia mempunyai Yurisdiksi
pengawasan di Zona Tambahan untuk mencegah dan menindak pelanggaran bea cukai,
imigrasi, fiskal dan saniter. Zona
Tambahan Indonesia adalah perairan yang berdampingan dengan Laut Teritorial
Indonesia yang dapat diukur selebar 24 mil laut dari Garis Pangkal Lurus
Kepulauan. Pendapat pakar hukum laut, Hasyim Djalal mengenai Zona Tambahan
(contiguous zone) adalah sepanjang yang berkaitan
dengan batas zona tambahan, belum ada satupun batas yang ditetapkan dengan
negara-negara tetangga.
Di luar laut teritorial, dalam
suatu zona yang berbatasan dengannya yang disebut zona tambahan. Zona tambahan
adalah laut yang terletak pada sisi luar dari garis pangkal dan tidak melebihi
24 mil laut dari garis pangkal. Di zona tambahan ini kekuasaan negara terbatas
untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran terhadap bea cukai, fiskal, imigrasi dan
saniter. Negara pantai pun dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk
mencegah pelanggaran-pelanggaran tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Kusumaatmadja.Mochtar.2003. Pengantar Hukum Internasional.Bandung.P.T ALUMNI
Komentar
Posting Komentar