HUKUM AGRARIA- Hak Pengelolaan
TUGAS HUKUM AGRARIA
“Hak Pengelolaan”
Nim : 11010115120024
Kelas : A
Hukum Agraria
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
Pemkab
Kuningan Minta Pusat Kembalikan Hak Pengelolaan Tempat Wisata
Muhammad Irzal Adiakurnia Kompas.com - 29/12/2017, 11:48 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia Kompas.com - 29/12/2017, 11:48 WIB
Taman
Nasional Gunung Ciremai, Palutungan, Kuningan, Jawa Barat(KOMPAS.com/SRI
NOVIYANTI)
KUNINGAN, KOMPAS.com - Kepala Dinas Pemuda Olahraga
dan Pariwisata (Disporapar) Kuningan, Jaka Chaerul mengaku dipersulit untuk
mengelola wisata potensial di Kuningan. Hal tersebut disampaikan saat audiensi
antara Kementerian Pariwisata dengan Pemkab Kuningan di rumah dinas Bupati
Kuningan, Sabtu (23/12/2017). Ia menilai semenjak kawasan konservasi Gunung Ciremai
dikelola Taman Nasional Gunung Ciremai, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan
jadi sangat terbatas untuk mengelola destinasi wisata. "Beberapa wisata
yang potensial justru tidak bisa dikelola kita. TNGC amat mempersulit, kita mau
berbuat, tapi keterbatasan kewenangan," ujar Jaka dalam audiensi teraebut.
Sementara itu PLT Kepala TNGC, Mufrizal mengatakan
pihaknya sudah berbuat sesuai Ketetapan Menteri Kehutanan nomor 424 tahun 2004,
tentang zonasi Kawasan Konservasi Gunung Ciremai seluas 15.500 hektar, meliputi
45 desa di Kuningan dan Majalengka. "Memang di atas tanah konservasi itu
wajib bayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)," katanya saat
dikonfirmasi KompasTravel lewat telepon, Rabu (27/12/2017).
Bumi perkwmahan Cipaniis, Kuningan, Jawa Barat.(KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA)
Ia merasa tarif ke obyek wisata di sana jadi semakin mahal, tanpa adanya perubahan yang berarti. Menurutnya itu terjadi karena penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Tarif jadi makn mahal, kita jadi repot juga kan (mengundang wisatawan). Memungut PNBPnya dari sektor kabupaten sekecil ini. Walaupun retribusi langsung ke kementerian," ujarJaka.
Ia berharap
bisa kolaborasi dan diberi kewenangan bersama-sama. Dia menilai tidak salah
jika kawasan konservasi produktif tetap dikelola sebagai obyek wisata yang bisa
menghasilkan pendapatan daerah. "Kita bisa kok tetap melakukan penghijauan
dan konservasi sambil mengembangkan wisatanya," ujar Jaka. Bupati
Kuningan, Acep berharap pemerintah pusat, baik Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang membawahi TNGC, DPRD, ataupun yang berwenang lainnya
mengembalikan hak kepengelolaan tersebut pada pemerintah daerah. Lewat
Dinporapar Kuningan, menurutnya akan lebih proporsional. "Untuk saat ini
selain kita terus mengusahakan lewat perizinan-perizinan yang rumit juga akan
terus melobi DPRD untuk mengembalikan lagi hak-hak wisata ke Pemkab
Kuningan," kataAcep.
TANAH HAK
PENGELOLAAN
A. Pengertian
Hak Pengelolaan
Undang –
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok – Pokok Agraria (UUPA) yang merupakan
dasar dari hukum agraria di Indonesia tidak mengatur mengenai hak pengelolaan.
Meskipun demikian, UUPA telah mengandung cikal bakal hak pengelolaan yang dapat
ditemukan dalam Penjelasan Umum angka II :
“ Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu
kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan
keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak
pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen,
Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk digunakan bagi pelaksaan tugasnya masing –
masing.
Menurut
A.P Perlindungan, istilah hak pengelolaan berasal dari istilah Belanda, beheersrecht yang di terjemahkan menjadi
hak penguasaan. Istilah hak penguasaan terdapat di Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara. Hak penguasaan kemudian
dikonversi menjadi hak mengelolaan melalui pemberlakuan Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah
Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksaan Selanjutnya (PerMen Agraria
9/1965).
PerMen Agraria 9/1965 mengatur
mengenai konversi hak penguasaan atas tanah negara sebagai berikut :
1. Hak
penguasaan atas tanah negara yang diberikan kepada departemen-departemen,
direktorat-direktorat dan daerah-daerah swatantra yang hanya dipergunakan untuk
kepentingan instansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai.
2. Apabila tanah negara yang diberikan kepada
departemen-departemen, direktorat-direktorat dan daerah-daerah swatantra
tersebut dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri juga dimaksudkan
untuk dapat diberikan kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut
dikonversi menjadi hak pengelolaan.
Sangat
disayangkan PerMen Agraria 9/1965 tidak memberikan pengertian hak pengelolaan.
Pengertian hak pengelolaan untuk pertama kalinya diatur didalam Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai Atas Tanah (PP 40/1996). Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 hak
pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pengertian tersebut dipandang belum
lengkap. Pengertian hak pengelolaan yang dipandang lengkap dapat ditemukan
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (UU BPHTB). Pengertian hak peneglolaan menurut penjelasan Pasal 2
ayat (3) huruf f UU BPHTB adalah sebagai berikut:
“Hak
pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan
peruntukan dan pengunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan
atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Pengaturan lebih lanjut mengenai hak
pengelolaan dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (Perkaban 9/1999)
B. Subjek Hak
Pengelolaan
1. Suatu badan
penguasa (departemen, jawatan dan daerah swantatra). Dasar : Penjelasan Umum
Angka II Nomor 2 UUPA
2. Departemen, direktorat dan daerah swantatra selain untuk digunakan
instansi sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan suatu hak pada P III. Dasar:
Permen Agraria 9/1965 Pasal 5
3. Departemen,
Direktorat dan Daerah Swntatra. Dasar : Permen Agraria 1/1966 Pasal 1 huruf b
4. Departemen
dan Jawatan Pemerintah, Badan Hukum yang di tunjuk Pemerintah. Dasar : PerMen
Dalam Negeri 5/1973 Pasal 29
5. Perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh modalnya berasal dari
Pemerintah dan/atau Pemda, Industri estate yang seluruh modalnya berasal dari
Pemerintah yang berbentuk Perum, Persero dan dari Pemda yang berbentuk
Perusahaan daerah. Dasar
: Per Men Dalam Negeri 5/1974 Pasal 5 dan 6
6. Pemerintah
Daerah, lembaga, instansi dan/atau badan/badan hukum (milik) Pemerintah. Dasar
: Per Men Dalam Negeri 1/1977 Pasal 2
7. Departemen,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemda Tk I, Pemda Tk II, Lembaga Pemerintah
lainnya dan Perumnas (dalam penjelasan disebutkan yang termasuk lembaga
pemerintah lainnya adalah Otarita Batam, Badan Pengelola GOR Senayan dan
lembaga sejenis yang di atur dengan Kep Pres). Dasar : PP 36/1997 Pasal 2
Menurut Pasal 67 ayat (1) Perkaban 9/1999, hak
pengelolaan dapat diberikan kepada :
1. Instansi
pemerintah termasuk pemerintah daerah
2. Badan Usaha
Milik Negara
3. Badan Usaha
Milik Daerah
4. PT Persero
5. Badan
Otorita
6. Badan-badan
hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah
Perlu diketahui tidak semua badan hukum yang
disebutkan di atas dapat memperoleh hak pengelolaan. Hak pengelolaan hanya
dapat diberikan kepada badan hukum tersebut apabila tugas pokok dan fungsinya
berkaitan dengan pengelolaan tanah.
C. Terjadinya
Hak Pengelolaan
Hak pengelolaan dapat terjadi karena dua hal, yaitu
karena konversi dan pemberian hak atas tanah. Hak penegelolaan yang terjadi
karena konversi berasal dari konversi hak penguasaan atas tanah beheer
sebagaimana dimaksud dalam PerMen Agraria 9/1965. Sedangkan hak pengelolaan
yang terjadi karena pemberian hak atas tanah berasal dari tanah negara yang
diberikan melalui permohonan Prosedur permohonan hak pengelolaan diatur dalam
Perkaban 9/1999.
D. Wewenang
Pemegang Hak Pengelolaan
Menurut ketentuan Pasal 6 PerMen Agraria 9/1965,
wewenang yang diberikan kepada pemegang hak pengelolaan adalah sebagai berikut
:
1. Merencanakan
peruntukan dan penggunaan tanah tersebut
2. Menggunakan
tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya
3. Menyerahkan
bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai yang
berjangka waktu 6 tahun
4. Menerima
uang pemasukan/ganti rugi/ atau uang wajib tahunan
Pada perkembangan selanjutnya, hak atas tanah dapat
diberikan kepada pihak ketiga yang berasal dari tanah hak pengelolaan tidak
hanya terbatas pada hak pakai, melainkan meliputi hak milik, hak guna bangunan,
dan hak pakai (Permendagri Nomor 1 Tahun 1977 jo Permen Agraria/Kepala BPN
Nomor 4 Tahun 1998.
E. Penyerahan
Hak Kepada Pihak Ketiga
Prosedur pemberian hak milik, guna bangunan dan hak
pakai yang berasal dari tanah hak pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian
Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya
(Permedagri 1/1977). Pasal 3 ayat (1) Permendagri 1/1977 menentukan :
“Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan
bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang hak
pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian
bangunan di atasnya wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara
pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan”
Khusus untuk penyerahan bagian-bagian tanah hak
pengelolaan dalam bentuk hak milik kepada pihak ketiga, harus melalui pelepasan
atau penyerahan hak pengelolaan dengan membuat surat pernyataan pelepasan atau
penyerahan hak pengelolaan oleh pemegang haknya. Selanjutnya pihak yang
menerima pelepasan atau penyerahan hak pengelolaan tersebut mengajukan
permohonan pemberian hak milik kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melaui
Kantor Pertanahan setempat.
Komentar
Posting Komentar