PERBUATAN MELAWAN HUKUM
MAKALAH
PERBUATAN
MELAWAN HUKUM DALAM ARTI SEMPIT
Disusun oleh :
Thania Putri Marni (11010115120024)
Heni Ristiana (11010115120027)
Herdina Ayulies Ulfahmi
(11010115120037)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai
makhluk sosial manusia di dalam kehidupan sehari-hari selalu berinteraksi
dengan manusia yang lain. Hubungan manusia dengan manusia yang lain di dalam
suatu masyarakat tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhannya agar dari waktu
ke waktu manusia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hubungan yang
dilakukan manusia dalam kehidupan bermasyarakat ada yang bersifat hubungan
sosial biasa dan ada pula yang merupakan hubungan hukum (Perdata). Di dalam
hubungan interaksi sosial tersebut manusia ingin setiap perbuatan yang
dilakukannya selalu berjalan dengan baik. Namun, seringkali di dalam melakukan
kegiatannya terjadi masalah dengan pihak lain yang menyebabkan kerugian di
salah satu pihak. Perbuatan tersebut sering disebut sebagai perbuatan melanggar
hukum. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perbuatan melanggar hukum
masuk dalam lapangan hukum perikatan, yaitu perikatan yang lahir dari
undang-undang. Di dalam KUHPerdata perbuatan melanggar hukum diatur secara umum
dalam Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1369 KUHPerdata.
Perbuatan
yang melanggar hukum merupakan suatu perkara yang sering terjadi di dalam
masyarakat, dan penyelesaiannya masih sering menimbulkan tanda tanya karena
terhadap perkara yang sama dapat terjadi putusan yang berbeda. Terhadap
sengketa perbuatan melanggar hukum ini dapat terjadi baik itu dilakukan oleh
perorangan atau bertindak sebagai wakil badan hukum atau juga yang dilakukan
oleh orang lain yang berada di bawah tanggung jawabnya serta yang ditimbulkan
oleh barang atau hewan yang berada di bawah pengawasannya, ataupun yang
dilakukan oleh penguasa. Dengan terjadinya perbuatan melanggar hukum tersebut
kemudian timbulah tanggung jawab si pembuat perbuatan itu kepada pihak yang
dirugikan. Tetapi untuk adanya tanggung jawab itu harus dituntut dan dibuktikan
dalam persidangan di pengadilan.
Di dalam
KUHPerdata, perbuatan melanggar hukum termasuk dalam hukum perikatan yang lahir
dari undang-undang. Dalam Pasal 1365 KUHPerdata ditentukan bahwa, tiap
perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan
orang yang karena salahnya menyebabkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “
PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM ARTI SEMPIT”, maka masalah yang akan dibahas
sebagai berikut :
A.
Bagaimana Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Dalam Arti Sempit ?
B. Apakah Faktor-Faktor Yang Menyebabkan
Hilangnya Pertanggungjawaban Perbuatan Melawan Hukum ?
I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari makalah ini
ialah :
A.
Mengetahui Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Dalam Arti Sempit.
B. Mengetahui Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Hilangnya Pertanggungjawaban Perbuatan Melawan Hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
II A. Pengertian Perbuatan Melawan
Hukum Dalam Arti Sempit
Perbuatan Melawan Hukum adalah Akibat dari suatu perbuatan yang
bertentangan dengan hukum diatur juga oleh hukum, walaupun akibat itu memang
tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan tersebut. Siapa yang melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum harus mengganti kerugian yang diderita
oleh yang dirugikan karena perbuatan tersebut. Jadi, dapat dikatakan karena
perbuatan melawan hukum maka timbullah suatu ikatan (verbintenisen) untuk
mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan.
Asas ini terdapat dalam pasal 1365
KUH Perdata, yang berbunyi :
Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut.
Utrecht, berpendapat bahwa :
Penafsiran dalam pasal 1365 KUHPerdata dalam
yurisprudensi Belanda (yurisprudensi Indonesia mengikuti yurisprudensi Belanda)
ada sejarahnya. Dalam abad ke-19 ketika aliran logisme masih kuat, yang menjadi
perbuatan melawan hukum hanyalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang saja. Perbuatan yang bertentangan dengan kebiasaan bukanlah
perbuatan melawan hukum, jadi sesuai aliran logisme yang berpendapat diluar
undang-undang tidak ada hukum. Pada akhr abad ke-19 pendapat aliran logisme ini
mendapat tantangan dari berbagai pihak. Telah diketahui
bahwa molengraf-lah yang mula-mula mengatakan bahwa penafsiran yang
sempit itu tidak dapat dipertahankan dan diteruskan.
Perbuatan melawan hukum atau yang
sering disebut juga onrehtmatige daad telah diatur dalam buku III titel ketiga
tepatnya pasal 1365-1380. Hal ini termasuk dalam perikatan yang timbul karena
undang-undang. Di lingkungan para ahli belum terdapat kesepakatan dalam
penggunaan istilah “perbuatan melawan hukum” ini. Antara lain :
1.R. Wirjono prodjodikoro menggunakan istilah “perbuatan melawan hukum”
2.Utrecht menggunakan istilah “perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas hukum”
3.Sudirman Kartohadiprodjo memakai istilah “tindakan melawan hukum”.
Dalam hal ini Dr. R. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah “perbuatan melawan hukum” karena kata “melawan” melekat pada kedua sifat, yaitu aktif dan pasif. Apabila ada seseorang dengan sengaja melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain maka berarti orang tersebut secara sengaja melakukan suatu gerakan dimana gerakan inilah yang menimbulkan sifat aktif dari “melawan”. Dan begitu juga sebaliknya, apabila ada seseorang yang diam akan suatu hal padahal secara terang-terangan beliau mengetahui bahwa dirinya harus melakukan sesuatu agar tidak sampai merugikan orang lain maka perbuatan orang tersebut telah menunjukkan sifat pasif dalam kata “melawan”. Dalam Perbuatan Melawan Hukum atau kita singkat saja menjadi PMH ini dirumuskan secara umum dalam pasal 1365, yakni, “ Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karena itu menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian tersebut mengganti kerugian ”.
Setelah dirumuskan dalam pasal 1365 diatas maka selanjutnya diatur dalam pasal 1366 yaitu, “ setiap orang bertanggung jawab tidak hanya untuk kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya, tetapi juga disebabkan oleh kelalaiannnya ”.
1.R. Wirjono prodjodikoro menggunakan istilah “perbuatan melawan hukum”
2.Utrecht menggunakan istilah “perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas hukum”
3.Sudirman Kartohadiprodjo memakai istilah “tindakan melawan hukum”.
Dalam hal ini Dr. R. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah “perbuatan melawan hukum” karena kata “melawan” melekat pada kedua sifat, yaitu aktif dan pasif. Apabila ada seseorang dengan sengaja melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain maka berarti orang tersebut secara sengaja melakukan suatu gerakan dimana gerakan inilah yang menimbulkan sifat aktif dari “melawan”. Dan begitu juga sebaliknya, apabila ada seseorang yang diam akan suatu hal padahal secara terang-terangan beliau mengetahui bahwa dirinya harus melakukan sesuatu agar tidak sampai merugikan orang lain maka perbuatan orang tersebut telah menunjukkan sifat pasif dalam kata “melawan”. Dalam Perbuatan Melawan Hukum atau kita singkat saja menjadi PMH ini dirumuskan secara umum dalam pasal 1365, yakni, “ Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karena itu menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian tersebut mengganti kerugian ”.
Setelah dirumuskan dalam pasal 1365 diatas maka selanjutnya diatur dalam pasal 1366 yaitu, “ setiap orang bertanggung jawab tidak hanya untuk kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya, tetapi juga disebabkan oleh kelalaiannnya ”.
Perbuatan melawan hukum, pada
umumnya arti dari istilah ini adalah diterangkan dalam arti luas. Tetapi ada
juga pengertian dalam arti sempit. Dalam arti luas yakni hal perbuatan
melanggar hukum dipandang dalam segala sudut. Dalam arti yang luas disini juga
meliputi hukum dagang. Karena pasal 102 undang-undang dasar sementara
memperbedakan hukum perdata dan hukum dagang . Dalam arti sempit yakni arti
yang dipakai dalam rumusan pasal 1365, yang mana dalam penafsirannya kepada
hukum yang berlaku di Indonesia yang sebagian besar merupakan hukum adat. Dalam
hal ini rumusan pasal 1366 adalah tidak jelas. Karena apakah kelalaian yang
tercantum dalam pasal 1366 ini digunakan sebagai lawan dari kesengajaan??.
Apabila memang demikian maka pasal 1366 ini adalah berlebihan. Kenapa demikian?
Karena “kesalahan” tersebut yang tercantum dalam pasal 1365 itu mencakup dua
aspek yakni baik kesengajaan maupun kelalaian. Namun apabila pembentuk
undang-undang mengatakan bahwa perkataan “kelalaian” yang dimaksudkan adalah
sebagai “tidak berbuat” maka adalah logis. Karena nanti jatuhnya menjadi pasal
1365 mengatur tentang “perbuatan” sedangkan 1366 mengatur tentang “tidak
berbuat”. Lambat laun rumusan pasal 1366 sudah tidak perlu lagi untuk
dipermasalahkan sejak adanya arrest hoge raad 31 Januari 1919, karena dalam
perumusannya hal ini sudah termasuk dalam pengertian perbuatan melawan hukum.
Syarat-
Syarat Dan Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Dalam
KUHperdata pasal 1365 syarat ganti rugi dirumuskan sebagai berikut :
“Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti bagian tersebut” menurut J satrio SH syarat – syarat yang
ada dalam pasal tersebut komulatif (artinya ke empat syarat harus dipenuhi)
Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Untuk dapat suatu perbuatan dikategorikan
sebagai perbuatan melawan hukum harus terpenuhi empat hal yakni :
1. Harus
ada perbuatan, ynag dimaksud dengan perbuatan disini adalah perbuatan baik
bersifat positif maupun negatif
(penafsiran pasal 1365 KUH Perdata secara luas, J.Satrio)
2. Perbuatan
itu harus melawan hukum, dapat berupa,
a) bertentangan
(melanggar) hak orang lain
b) bertentangan
dengan kewajiban hukum sipelaku
c) bertentangan
dengan kesusilaan
d) bertentangan
dengan ketertiba umum
3. Ada
kerugian
4. Ada
hubungan sebab-akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian yang
timbul
Perkecualian
PMH yang hilang sifat Melawan Hukumnya yaitu ada alasan pembenar dan pemaaf.
Dasar
–dasar pembenar (rechtvaardigingsgroden) dapat dibagi dalam 2 golongan
1. Dasar
pembenar yang berasal dari Undang –Undang yakni keempat dasar2 peniadaan
hukuman tersebut.
2. Dasar
pembenar yang tidak berasal dari UU yang karena nya juga disebut dasar dasar
pembenar tidak tertulis.
Menurut
Moegni alasan pembenar berupa :
1. Keadaan
memaksa(overmacht) overmacht menurut moeghni adalah suatu paksaan yang tidak
dapat dielakan lagi yang datangnya dari luar
2. Pembelaan
terpaksa (noodwer) pembelaan terpaksa dan keadaaan darurat harus dibedakan
karena dalam pembelaan terpaksa serangan dengan sengaja yang tidak dapat
dielakan lagi
3. Melaksanakan
ketentuan UU (weettelijke voorschrift) Menurut moegni melaksanakan ketentuan UU
bukanlah merupakan dasar pembenar yang berasal dari UU
4. Perintah
jabatan (ambtelijk bevel) Menurut rutten setiap orang yang haruskan menaati
perintah akan dapat mencari dasar pada sesuatu perintah jabatan dengan pengertian,
tidak adanya hubungan atasan dan bawahan.
Akibat
Perbuatan Melawan Hukum
Akibat umum
dari suatu perbuatan melawan hukum, yaitu kegoncangan dalam neraca keseimbangan
dalam masyarakat, atau dengan kata lain dapat dikatakan kekacauan. Kekacauan
ini dapat mengenai berbagai hubungan hukum dalam masyarakat. Hubungan hukum
yang sering kali dilanggar dapat mengenai berbagai kepentingan seseorang
manusia, misalnya mengenai harta kekayaan. Pelanggaran kepentingan ini tentunya
secara langsung dirasakan oleh orang yang bersangkutan, yang pada akhirnya
menimbulkan kerugian, sehingga dapat dikatakan bahwa pelanggaran suatu
kepentingan anggota masyarakat bagaimanapun kecilnya tentu dapat membuat
kekacauan dalam hidup masyarakat, maka dapat dimengerti bahwa tiap perbuatan
melawan hukum mempunyai akibat terhadap kepentingan masyarakat seluruhnya.
Mengenai
substansi perbuatan melawan hukum, sehingga dari
uraian tersebut timbul suatu pertanyaan,
konsekuensi atau akibat apa yang timbul terhadap seseorang yang melakukan
perbuatan melawan hukum ?. Pasal 1365 KUH Perdata yang pada pokoknya menyatakan
bahwa setiap perbuatan ataupun tindakan yang melawan hukum, yang
berakibat timbulnya kerugian pada orang lain menimbulkan kewajiban pada orang
yang telah mengakibatkan kerugian untuk mengganti kerugian itu.
Sehingga secara prinsip, pelaku
perbuatan melawan hukum yang telah melakukan perbuatan yang melawan hukum baik
itu sengaja atau tidak mengakibatkan yang bersangkutan wajib menggantikan
kerugian (moril maupun materiil) terhadap pihak-pihak yang telah dirugikan,
sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata.
II B. Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Hilangnya Pertanggungjawaban Perbuatan Melawan Hukum
Dalam pergaulan masyarakat setiap
ada perbuatan, baik perbuatan melawan hukum atau perbuatan yang lain maka harus
ada pelakunya. Pelaku inilah yang melakukan perbuatan, dan untuk menilai
perbuatan ini baik atau salah maka diperlukan atau digunakan hukum atau norma.
Karena hukum tidak lain adalah peraturan yang mengatur tingkah laku anggota
masyarakat dalam pergaulan sehari-hari. Anggota masyarakat inilah yang
disebut dengan subjek hukum, dimana subjek hukum itu adalah penanggung hak dan
kewajiban. Karena adanya hak dan kewajiban ini maka subjek hukum mampu
mengadakan hubungan dan perbuatan-perbuatan hukum.
Salah satu dari perbuatan hukum ini
adalah perbuatan melawan hukum. Jadi yang dimaksud dengan pelaku dalam
perbuatan melawan hukum ialah anggota masyarakat atau orang dan badan hukum.
Orang atau manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam lalulintas hukum,
dapat melakukan hubungan dan perbuatan hukum, sehingga kalau melakukan
kesalahan maka padanya dapat dimintakan pertanggungan jawab atau perbuatannya
tersebut, tidak terkecuali perbuatan melawan hukum apapun yang dibuatnya.
Perbuatan yang dipertanggungjawabkan
kepadanya adalah karena perbuatan yang melawan hukum yang dilakukannya yang
mana perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada orang lain, yang karena
kesalahannya orang itu diwajibkan untuk mengganti kerugian yang diderita orang
lain tersebut. Hal ini sesuai dengan pasal 1365 KUH Perdata. Semua ini
tujuannya untuk memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat.
Sebagai pendukung hak dan kewajiban,
bukan saja manusiawi tapi badan hukum juga termasuk didalamnya. Oleh karena
badan hukum juga sebagai subjek hukum maka badan hukum juga dapat melakukan
perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) sehingga padanya dapat juga
dimintakan pertanggungjawaban.
Ali Rido,
mengatakan Pengertian badan hukum adalah merupakan kumpulan atau asosiasi yang terdiri
dari lebih satu orang dan menurut doktrin harus memenuhi syarat- syarat :
- Adanya harta kekayaan yang terpisah;
- Mempunyai tujuan tertentu;
- Mempunyai kepentingan tersendiri;
- Adanya organisasi yang teratur. Menurut.Wirjono Prodjodikoro :
Pengertian badan hukum adalah badan
disamping orang/manusia juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai
hak-hak dan kewajiban dalam perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan
hukum, disertai syarat utama adanya harta yang terpisah dari harta anggota” .
Di dalam pergaulan masyarakat maka badan hukum ini
terdiri dari :
- Badan hukum publik, misal : Negara, Propinsi, Kabupaten, dan sebagainya;
- Badan hukum perdata, misal : Perseroan Terbatas, Yayasan, Firma, dan lain- lain.
Dalam pembahasan skripsi ini, hanya
dibatasi pada badan hukum perdata, yang turut serta dalam pergaulan hidup
masyarakat. Misalnya : dapat melakukan jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain.
Sebagai badan hukum, maka dapat dipertanggungjawabkan
dalam perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain. Dalam hubungan ini
pertanggungjawaban dalam rangka perbuatan melawan hukum ada 2 macam
tanggungjawab, yaitu :
- Tanggung jawab langsung
Yaitu tanggungjawab seseorang
terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh orang itu sendiri, berdasarkan pasal
1365 KUH Perdata.
- Tanggung jawab tidak langsung
Yaitu tanggungjawab seseorang
terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain dalam rangka melaksanakan
tugas pekerjaannya, dan di bawah pengamanan orang yang bertanggungjawab tadi
(pasal 1367 KUH Perdata).
Rasa keadilan pada masyarakat akan
tercipta apabila tiap-tiap anggota masyarakat bertindak sesuai dengan
norma-norma dan hukum yang ada di masyarakat. Setiap anggota masyarakat harus
menggunakan haknya sesuai dengan tujuannya. Anggota masyarakat yang menggunakan
haknya tidak sesuai dengan tujuannya (Misbruik Van Recht) yang menimbulkan
kerugian pada orang lain, maka padanya akan dimintakan pertanggungjawaban
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam praktek, hakim dalam
menentukan apakah seorang telah melanggar kepantasan, kesusilaan di
tengah-tengah masyarakat sering menemui kesulitan karena
perluasan pengertian perbuatan melawan hukum, maka apabila seseorang melawan
kesusilaan dan kepantasan dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Kalau hakim memenuhi kesulitan dalam menentukan ini otomatis dalam menentukan
ganti rugi hakim juga akan menemukan kesulitan.
Walaupun ada pertanggungjawaban atas perbuatan melawan
hukum namun ada juga hal-hal yang melenyapkan sifat perbuatan melawan
hukum dari suatu tuntutan, sehingga kepadanya tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban.
Hal-hal yang dapat melenyapkan pertanggungjawaban atas
perbuatan melawan hukum dibedakan dalam 2 golongan yaitu :
- Yang berasal dari undang-undang,
- Yang berasal dari hukum tidak tertulis
Yang berasal
dari undang-undang.
a. Hak pribadi
Sifat melawan hukum lenyap bilamana seseorang dalam
melakukan perbuatannya dapat mendalilkan bahwa hak pribadi yang menjadi dasar
perbuatannya. Contoh pasal 1354 KUH Perdata dengan pasal 1358 KUH Perdata
tentang zaakwarneming. Pada umumnya seseorang tidak dapat membuat sesuatu
perjanjian atas nama orang lain tanpa sepengetahuannya, misalnya, menyewakan
barang kepada orang lain atau pihak ketiga. Kalau hal menyewakan barang
tersebut, dinamakan perbuatan melawan hukum semacam itu yaitu kalau pada suatu
saat barang milik orang lain tidak terurus sama sekali dan si pemilik tidak
diketahui tempatnya, supaya barang itu tidak terlantar seorang tadi
berinisiatif mengurus barang tersebut untuk kepentingan si pemilik barang,
inilah yang dimaksud dengan zaakwarneming, berdasarkan pasal 1357 KUH Perdata
si pengurus barang tersebut berhak memperjanjikan pada pihak ketiga yang
mengikat si pemilik walau tanpa kuasanya.
b. Pembelaan diri
Dalam hal ini harus ada seorang dari pihak lain baru
bisa dilakukan pembelaan diri. Kalau pada waktu pembelaan diri tergolong pada
perbuatan melawan hukum, maka sifat melawan hukumnya menjadi lenyap. Harus
diperhatikan bahwa harus benar-benar ada keadaan yang memerlukan seseorang
untuk membela diri juga harus diperhatikan bahwa pembelaan diri ini tidak
berakibat serangan baru terhadap yang menyerang.
Contoh :
A berniat membunuh B yang sedang berjalan dengan
memegang tongkat. Pada saat A hendak menikam B, B memukul tangan A dengan
tongkat sehingga pisau jatuh dari tangan A. Walaupun perbuatan A adalah
perbuatan melawan hukum, tapi ini adalah perbuatan membela diri.
c. Keadaan memaksa (overmacht)
“Untuk dapat
dikatakan keadaan memaksa (overmacht), keadaan itu diluar kekuasaan manusia dan
memaksa. Yang mana kerugian yang timbul akibat keadaan memaksa, kerugian
tersebut tidak dapat dipastikan terjadi sebelumnya karena keadaan itu di luar
kekuasaan manusia”.
Keadaan memaksa ini terbagi 2 yaitu :
- Bersifat mutlak (absolut). Dalam hal ini tidak mungkin lagi melaksanakan suatu perjanjian. Jadi tidak mungkin lagi untuk menuntut ganti rugi;
- Bersifat relatif (tidakmutlak) yaitu berupa keadaan dimana perjanjian masih dapat dilaksanakan tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan yang sangat besar dari pihak yang melakukan kesalahan.
d. Perintah Jabatan
Perintah jabatan adalah melaksanakan tugas pekerjaan
berdasarkan perbuatan yang berlaku dalam lingkungannya.
Yang Berasal
dari hukum yang tidak tertulis
Hal yang melenyapkan sifat melanggar hukum yang tidak
berasal dari undang-undang, misalnya : wewenang untuk melanggar hak orang lain
atas dasar persetujuan yang berhak. Misalnya : A pemilik seekor anjing,
ternyata kemudian menderita sakit gila. A meminta B yang kebetulan memegang
sebuah tongkat untuk memukul anjingnya tersebut. Atas persetujuan A tersebut, B
memukul anjing tadi.
BAB
III
PENUTUP
III A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang
dipaparkan di dalam isi dan pembahasan, maka adapun kesimpulan dari penulisan
makalah ini adalah:
Perbuatan
yang melanggar hukum merupakan suatu perkara yang sering terjadi di dalam
masyarakat, dan penyelesaiannya masih sering menimbulkan tanda tanya karena
terhadap perkara yang sama dapat terjadi putusan yang berbeda. Terhadap
sengketa perbuatan melanggar hukum ini dapat terjadi baik itu dilakukan oleh perorangan
atau bertindak sebagai wakil badan hukum atau juga yang dilakukan oleh orang
lain yang berada di bawah tanggung jawabnya serta yang ditimbulkan oleh barang
atau hewan yang berada di bawah pengawasannya, ataupun yang dilakukan oleh
penguasa. Dengan terjadinya perbuatan melanggar hukum tersebut kemudian
timbulah tanggung jawab si pembuat perbuatan itu kepada pihak yang dirugikan.
Tetapi untuk adanya tanggung jawab itu harus dituntut dan dibuktikan dalam
persidangan di pengadilan.
Salah satu dari perbuatan hukum ini
adalah perbuatan melawan hukum. Jadi yang dimaksud dengan pelaku dalam
perbuatan melawan hukum ialah anggota masyarakat atau orang dan badan hukum.
Orang atau manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam lalulintas hukum,
dapat melakukan hubungan dan perbuatan hukum, sehingga kalau melakukan
kesalahan maka padanya dapat dimintakan pertanggungan jawab atau perbuatannya
tersebut, tidak terkecuali perbuatan melawan hukum apapun yang dibuatnya.
Perbuatan yang dipertanggungjawabkan
kepadanya adalah karena perbuatan yang melawan hukum yang dilakukannya yang
mana perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada orang lain, yang karena
kesalahannya orang itu diwajibkan untuk mengganti kerugian yang diderita orang
lain tersebut. Hal ini sesuai dengan pasal 1365 KUH Perdata. Semua ini
tujuannya untuk memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Busro,
Achmad. 2011. Hukum Perikatan Berdasarkan Buku lll KUH Perdata. Yogyakarta :
Pohon Cahaya
zkarrizal13.blogspot.co.id/2013/04/perbuatan-melanggar-hukum.html
Komentar
Posting Komentar