Makalah Peninjauan Kembali ( Hukum Acara Perdata)


TUGAS MAKALAH
TENTANG PENINJAUAN KEMBALI
Dosen Pengampu : Mardjo, SH. MHum





Disusun Oleh :
Thania Putri Marni  ( 11010115120024 )

HUKUM ACARA PERDATA LANJUT KELAS D

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Hukum Acara Perdata dikenal dengan yang namanya upaya hukum. Upaya hukum sendiri merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepadaseseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim.[1]Dalam Hukum Acara Perdata dikenal dengan dua macam upaya hukum, antara lain upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.[2] Upaya Hukum Biasa yaitu upaya hukum untuk melawan putusan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap, contohnya verzet terhadap putusan verstek, banding, kasasi. Sedangkan Upaya Hukum Luar Biasa yaitu suatu upaya hukum yang memeriksa/memerintahkan kembali suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, guna membatalkannya. Atau dapat dikatakan merupakan pemeriksaan terhadap suatu putusan yang tidak dapat dilawan dengan upaya hukum biasa.
Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan putusan Pengadilan tingkat yang lebih rendah oleh Pengadilan yang lebih tinggi, di mana kesalahan atau kekeliruan tersebutmerupakan kodrat manusia, termasuk Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara.Menyadari kemungkinan adanya kesalahan atau kekeliruan tersebut, maka Undang-Undang memberikan kesempatan dan sarana bagi para pencari keadilan untukmemperoleh keadilan sesuai dengan tahapan hukum acara yang berlaku.[3]
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor.48 Tahun 2009, menentukan bahwaterhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihakyang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada MahkamahAgung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang. Bahwa yang dimaksud dengan “hal atau keadaan tertentu” antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan / atau adanya kekhilafan atau kekeliruanHakim dalam menerapkan hukumnya.[4]

B.  Rumusan Masalah
Rumusan  masalah berguna untuk membatasi ruang lingkup pembahasan karya tulis agar tidak melebar dan lebih terfokus pada permasalahan. Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini antara lain:
1.      Bagaimana proses permohonan peninjauan kembali diajukan  ?
2.      Bagaimana putusan terhadap upaya hukum peninjauan kembali ?
3.      Apa alasan diajukan permohonan peninjauan kembali ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Proses Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali
Peninjauan Kembali merupakan suatu upaya hukum luar biasa dalam upaya hukum melawan putusan yang ada dalam hukum acara perdata, sebab dikatakan upaya hukum luar biasa adalah karena upaya ini dilakukan pada saat suatu putusan telah berkekuatan hukum tetap, dan bahkan putusan itu sudah dilakukan eksekusi terhadapnya.
Peninjauan Kembali menurut Soedikno merupakan suatu upaya hukum terhadap putusan tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan diluar hadir Tergugat  (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan.[5] Permohonan peninjauan kembali ini berhak diajukan oleh pihak yang berperkara,pihak yang berperkara misalnya pihak yang kalah perkaranya atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang dikuasakan secara khusus (Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor.1 tahun 1980 yang disempurnakan).[6]
Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus perkara permohonan peninjauan kembali adalah Mahkamah Agung. Pasal 28 ayat (1) c Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 dinyatakan bahwa Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selanjutnya lembaga peninjauan kembali diatur dalam pasal 66 sampai dengan pasal 76.[7]
Dalam Peninjauan Kembali, dikenal adanya “Novum” yakni bukti baru yang pada saat di persidangan tidak diungkapkan dan apabila diungkapkan memberikan dampak yang signifikan terhadap putusan yang akan dijatuhkan. Selain novum upaya hukum peninjauan kembali dapat dilakukan dengan alasan yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Pasal 67 jo Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, adapun bunyi sebagai berikut :
“Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
a)      apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b)      apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c)      apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
d)     apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e)      apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f)       apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.”[8]
Jadi sebelum diajukannya permohonan peninjauan kembali  dilihat dulu apakah permohonan itu sudah sesuai dengan alasan-alasan pengajuan peninjauan kembali,minimal terdapat dua alasan yang harus dipenuhi, karena apabila tidak dipenuhinya alasan-alasan tersebut dapat menyebabkan permohonan peninjauan kembali menjadi ditolak, dan juga karena upaya hukum peninjauan kembali ini hanya dapat diajukan satu kali maka pemohonpeninjauan kembali haruslah hati-hati dalam penyusunan permohonan, syarat-syarat peninjauan kembali, serta cara pengajuannya.
Mahkamah Agung Nomor.2 PK/N/ HaKI/2002, tanggal 19 Februari 2003.Permohonan upaya hukum “Peninjauan Kembali”  terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung atau putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, harus didasarkan atas alasan hukum yang sudah ditentukan secara limitatif dalam pasal 67 huruf  a sampai dengan huruf f dari Undang-Undang Nomor.14 tahun 1985, dan karenannya, permohonan “Peninjauan Kembali” yang ternyata tidak termasuk dalam salah satu alasan eks pasal 67 tersebut yang diajukan oleh Pemohon haruslah ditolak.
Peninjauan Kembali juga dapat diajukan terhadap sutau putusan yang terdapat ketentuan-ketentuan yang saling bertentangan. Hal ini terjadi bilamana suatu perkara yang sudah mendapatkan putusan kemudian pihak yang merasa tidak puas mengajukan sekali lagi dimuka pengadilan dan terhadap ini pengadilan mengeluarkan putusan yang baru yang bertentangan dengan putusan yang lama, maka disini dapat dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali.
Apabila suatu perkara yang sudah mendapat keputusan definitif, diajukan sekali lagi dimuka pengadilan oleh salah satu pihak yang merasa tidak puas terhadap putusantersebut dan pihak lawannya tidak mengemukakan adanya putusan tetap itu kepada hakim atau adanya putusan tetap itu tidak ditanggapi oleh hakim,maka akan timbul keputusan baru yang bertentangan dengan putusan yang lama atau pertama. Jika permohonan peninjauan kembali atas adanya pertentangan putusan yang lama dengan yang baru dibenarkan,maka dalam pemeriksaan kembali putusan yang baru akan dibatalkan dan para pihak dikembalikan dalam keadaan sebelum putusan yang baru dijatuhkan”[9]
Syarat peninjauan kembali yakni :
a.       perkara yang dimohonkan Peninjauan kembali sudah mempunyai kekuatan hukum tetap
b.      terdapat dua alasan sebgaimana ditentukan Undang-Undang
c.       diajukan dalam tenggang waktu yang ditentukan serta membayar biaya perkara, kecuali jika dilakukan secara prodeo (cuma-cuma)[10]
Perkara yang diajukan melalui Peninjauan Kembali haruslah berupa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan harus memenuhi alasan-alasan permohonan peninjauan kembali. Alasan yang dimuat tidak cukup hanya satu alasan, jadi minimal harus terdapat dua alasan yang harus dipenuhi, dan pengajuan peninjauan kembali juga harus diperhatikan batas waktu atau tenggang waktunya yakni Tenggang waktu yang diberikan untuk mengajukan upaya hukum  peninjauan kembali adalah 180 (seratus delapan puluh) hari atau sekitar 6 (enam) bulan setelah putusan diputus oleh pengadilan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut salah satu pihak menerima putusan, maka kesempatan untuk mencari keadilan terakhir sudah tertutup. Seperti yang telah dijelaskan pada Pasal 69 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi: 
“Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :
a)      yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
b)      yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c)      yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
d)     yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.”
Setelah memperhatikan alasan serta tenggang waktu pengajuan peninjauan kembali, langkah selanjutnya adalah pengajuan permohonan peninjauan kembali. Pemohon yang hendak mengajukan peninjauan kembali ia dapat mengajukan permohonan atau pendafataran permohonan ke Pengadilan Negeri tempat perkara tersebut diputus, kemudian oleh penitera dalam jangka waktu maksimal 14 hari setelah permohonan diajukan panitera berkewajiban memberitahukan pihak lawan salinan permohonan peninjauan kembali sesuai dengan Pasal 72 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi :
“Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon, dengan maksud :
a) dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan Pasal 67 huruf a atau huruf b agar pihak lawan mempunyai kesempatan untuk mengajukan jawabannya;
b) dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas salah satu alasan yang tersebut Pasal 67 huruf c sampai dengan huruf f agar dapat diketahui.[11]
Pemberitahuan akan adanya peninjauan kembali kepada termohon/pihak lawan ditujukan agar pihak lawan siap atau mengetahui bahwa terdapat upaya hukum peninjauan kembali serta pihak lawan juga berhak (artinya tidak wajib, boleh mengajukan, boleh tidak) mengajukan jawaban atas permohonan peninjauan kembali, atau yang disebut dengan kontra memori peninjauan kembali, yang dapat diajukan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali.
Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung jo Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi : 
“Tenggang waktu bagi pihak lawan untuk mengajukan jawabannya sebagaimana dimaksudkan ayat (1) huruf a adalah 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali.”
Pihak lawan atau termohon peninjauan kembali apabila hendak mengajukan jawaban atas permohonan peninjauan kembali ia dapat menyampaikannya kepada Pengadilan Negeri tempat dimana perkara tersebut diputus, setelah itu seperti pada tahap sebelumnya salinan jawaban permohonan peninjauan kembali ini juga diberitahukan kepada pemohon peninjauan kembali agar diketahui. Apabila sudah lengkap yakni berkas perkaranya, berkas permohonan peninjauan kembali, jawaban atau memori kontra peninjauan kembali dari pihak lawan dan masing-masing pihak telah mendapatkan pemberitahuan serta telah dibayarnya biaya perkara, maka berkas-berkas tersebut dikirim ke Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, Pasal 72 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung jo Undang-undang Nomor. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi: 
“(3) Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama dan pada surat jawaban itu oleh Panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diterimanya jawaban tersebut, yang salinannya disampaikan atau dikirimkan kepada pihak pemohon untuk diketahui.
(4) Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya oleh Panitera dikirimkan kepada Mahkamah Agung selambatlambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.”
Berkas yang telah dikirimkan dari Pengadilan Negeri yang memutus perkara kemudian diterima oleh Mahkamah Agung kemudian diberi registrasi dalam buku daftar perkara untuk itu diadakan penelitian apakah syarat-syarat kelengkapan berkas dipenuhi. Atas penerimaan pengeriman berkas itu Direktorat/ Badan Perdata Kepaniteraan Mahkamah Agung mengirimkan tanda terima kepada Pengadilan Negeri yang bersnagkutan dan kepada pihak-pihak turunannya.
Jika berkas permohonan Peninjauan Kembali telah diterima dan telah diberi nomor register Ketua Mahkamah Agung menentukan hakim majelis untuk memeriksa dan memutus perkara permohonan Peninjauan Kembali. Hakim yang dipilih ini juga harus diperhatikan, hakim-hakim ini tidakterdiri atas hakim yang pernah mengadili perkara yang putusannya dimohonkan untuk ditinjau kembali.
 Mahkamah Agung berwenang untuk memerikasa permohonan peninjauan kembali, pemeriksaan yang dilakukan yakni Mahkamah Agung dapat memeriksa sendiri atau memerintahkan kepada pengadilan negeri yang memeriksa perkara dalam tingkat pertama atau pengadilan tingkat banding mengadakan pemeriksaan tambahan atau meminta segala keterangan serta pertimbangan dari pengadilan yang dimaksud.
Pasal 73 Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung jo Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi:
1)      Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara dalam Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala keterangan serta pertimbangan dari Pengadilan yang dimaksud.
2)      Mahkamah Agung dapat meminta keterangan dari Jaksa Agung atau dari pejabat lain yang diserahi tugas penyidikan apabila diperlukan.
3)      Pengadilan yang dimaksudkan ayat (1), setelah melaksanakan perintah Mahkamah Agung tersebut segera mengirimkan berita acara pemeriksaan tambahan serta pertimbangan sebagaimana dimaksudkan ayat (1), kepada Mahkamah Agung.
Mahkamah Agungmemerintahkan Pengadilan Negeri maupun pengadilan tingkat banding pemeriksaan tambahan apabila diperlukan setelah dilakukan pemeriksaan tambahaan tersebut pengadilan yang diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan kemudian mengirimkan berita acara pemeriksaannya beserta pertimbangan hukumnya kepada MahkamahAgung, selain memerintahkan Pengadilan Negeri pertama maupun Pengadilan Tingkat Banding yang memutus perkara Mahkamah Agung dalam pemeriksaan peninjauan kembali Mahkamah Agung dapat meminta keterangan dari Jaksa Agung atau dari pejabat lain yang diserahi tugas penyidikan apabila diperlukan.
Pemeriksaan Peninjauan kembali dilakukan secara “stukken” (surat-surat) yakni pemeriksaan surat-surat namun apabila permohonan peninjauan kembali didasarkan atas alasan bahwa putusan hakim itu feitelijk dwaling (alasan penijauan kembali karena putusan hakim didasarkan atas kekhilafan terhadap fakta) Mahkamah Agung tidak dapat mendasarkan putusannya atas surat-surat atau bahan yang disampaikan dan ada pada Mahkamah Agung. Apabila dalam pemeriksaan peninjauan kembali Mahkamah Agung memandang bahwa perlu diadakannya pemeriksaan tambahan maka akan dijatuhkan putusan sela dan menyuruh pengadilan yang diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan.
Jadi  pemeriksaan peninjauan kembali bukanlah pemeriksaan seperti yang ada pada Pengadilan Negeri Tingkat pertama, dimana pemeriksaanya dilakukan dengan menghadirkan para pihak yang bersengketa untuk masing-masing pihak membuktikan dalilnya, namun pemeriksaan peninjauan kembali yang dilakukanoleh Mahkamah Agung Mahkamah sebagai lembaga peradilan, yang dimaksudkan untuk mengadakan koreksi terhadap putusan hakim pengadilan yang berada di bawahnya terhadap perkara-perkara yang merasa tidak adil atau tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.




B.  Putusan Terhadap Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Setelah dilakukan pemeriksaan berkas oleh majelis hakim di Mahkamaha Agung atas permohonan Peninjauan Kembali maka akan dilanjutkan dengan musyawarah majelis untuk mengambil keputusan.Putusan terhadap upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali putusannya dapat berupa penolakan, putusan tidak dapat diterima serta dikabulkan terhadap permohonan Peninjauan Kembali.
1.      Putusan Permohonan Peninjauan Kembali Tidak Dapat Diterima.
Diterima atau tidak diterimanya permohonan peninjauan kembali ini didasarkan pada pemeriksaan permohonan apakah telah memenuhi syarat-syarat formal yang telah ditentukan atau tidak.
Suatu permohonan peninjauan kembali dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan (ontvankelijk)
1.      Apabila diajukan oleh pihak yang berkepentingan yang berperkara atas ahli warisnya atau wakilnya berdasarkan surat kuasa khusus;
2.      Apabila diajukan terhadap putusan yang telah mendapat kekuatan hukum tetap
3.      Apabila diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagaimana yang telah ditentukan
4.      Apabila diajukan dalam tenggang waktu 6 bulan, sebagaimana ditentuntak dalam pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung Nomor.1 tahun 1980 yang disempurnakan.[12]
Permohonan Peninjauan Kembali tidak dapat diterima, apabila :
1.      Permohonan diajukan tidak kepada Mahkamah Agung;
2.      Permohonan ditujukan kepada orang yang tidak merupakan pihak yang ;berperkara dalam perkara semula;
3.      Diajukan terhadap putsan yang belum mendapat kekuatan hukum tetap;
4.      Diajukan tidak dalam tenggang waktu/janka waktu sebagaiman diatur ;
5.      Diajukan oleh seorang wakil tanpa surat kuasa khusus;
6.      Diajukan untuk kedua kalinyaa.[13]

2.      Putusan PermohonanPeninjauan Kembali Ditolak
Permohonan peninjauan kembali ditolak apabila permohonan yang diajukan tidak beralasan atau alasan-alasan yang diajukan tidak dapat dibenarkan. Suatu permohonan itu tidak didukung oleh fakta dankeadaan yang mendukung alasan yangmenjadi dasar permohonan peninjauan kembali
3.      Putusan PermohonanPeninjauan Kembali Dikabulkan
Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali dan membatalkan putusan putusan yang atasnya dimohonkan peninjaauan kembali itu. Selanjutnya Mahkamah Agung memeriksa dan memutus sendiri perkaranya.[14]





C.  Alasan Diajukan Permohonan Peninjauan Kembali
Hakikat principal dari permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan secara tertulis atau apabila permohon tidak dapat menulis diajukan dengan lisan dan menyebut alasan-alasan yang dijadikan dasar permohonan dan dimasukkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama ( Pasal 71 Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2009). Terhadap diajukan Peninjauan Kembali, secara limitative dalam perkara perdata pada umumnya Pasal 67 Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2009, pasal 226 KUHAP dengan menyebutkan alasan alasan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap adalah :
a.Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan.
            Pada asasnya, aspek ini lazim disebut dengan istilah Novum, dan mengenai tenggang waktu adalah 10 hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap ( Pasal 296 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 dengan hari dan tanggal ditemukan Novum dibuat dibawah sumpah serta disahkan pejabat berwenang ( Pasal 69 huruf b Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009.
b. Hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata
            Pada dasarnya, pembentuk Undnag-undnag Nomor 37 Tahun 2004 tidak menyebutkan bagaimana dimensi dari ketentuan Pasal 295 ayat 2 huruf b Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang, dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata. Dikaji dari prkatik peradilan, hakikat kekeliruan yang nyata diartikan letterlijke tentang kekeliruan yang nyata sebaimana bunyi Undang- undang dan kemudian di implementasikan sebagai kesalahan berat dalam penerapan hukum.
            Dalam pasal 67 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 dinyatakan, bahwa permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan- alasan sebagai berikut :
(a)    Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti- bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
(b)   Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat- surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
(c)    Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut.
(d)   Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
(e)    Apabila antara pihak- pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu sama lain.
(f)    Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kehilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.













BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Proses permohonan peninjauan kembali dapat dajukan hanya satu kali, permohonan peninjauan kembali  tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan. Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang. Bahwa yang dimaksud dengan “hal atau keadaan tertentu” antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan / atau adanya kekhilafan atau kekeliruan Hakim dalam menerapkan hukumnya. Proses pengajuan peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo Undang-undang Nomor. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
2.      Terhadap putusan peninjauan kembali maka sama seperti dengan upaya hukum lainnya, dalam putusan terhadap peninjauan kembali dibagi menjadi tiga yaitu, Putusan Permohonan Peninjauan Kembali Tidak Dapat Diterima, Putusan Permohonan Peninjauan Kembali Ditolak, Putusan Permohonan Peninjauan Kembali Dikabulkan.
3. Pasal 67 Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2009, pasal 226 KUHAP dengan menyebutkan alasan alasan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap adalah : a.Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan. b. Hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Mertokusumo, Sudikno. 2013. Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Revisi. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Panjaitan, Hulman. 2014. Kumpulan Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 1953-2008 Berdasarkan Penggolongannya. Jakarta : Prenamedia Group
Soedirjo. 1986. Peninjauan Kembali dalam Perkara Perdata Arti dan Makna. Jakarta: Akademika Pressindo.
Soeroso, R. 2009.Praktik Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proses Persidangan Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
Sutantio, Retnowulan dan Oeriprakarwinata, Iskandar. 2005. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek . Bandung: Mandar Maju.

UNDANG – UNDANG
Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009tentang Mahkamah Agung
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1980 Tentang Peninjauan Kembali Putusan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Yang Tetap.

Website Resmi
Ihsan Fauzia, Pengertian Upaya Hukum Acara Perdata, https://www.academia.edu/18431091/PENGERTIAN_UPAYA_HUKUM_Acara_Perdata, diakses pada tanggal 6 November 2017 pukul 23.46 WIB.
H. A. Kadir Mappong, Rakernas 2011 Mahkamah Agung dengan Pengadilan Seluruh Indonesia tentang Peninjauan Kembali,pa-palopo.go.id/images/stories/Peninjauan_Kembali_Oleh_Wakil_Ketua_Yudisial.pdf, diakses pada tanggal 6 November 2017 pukul 23.56 WIB.





















[1]Retno Wulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2005)
[2] Ihsan Fauzia, Pengertian Upaya Hukum Acara Perdata, https://www.academia.edu/18431091/PENGERTIAN_UPAYA_HUKUM_Acara_Perdata, diakses pada tanggal 6 November 2017 pukul 23.46 WIB.
[3]H. A. Kadir Mappong, Rakernas 2011 Mahkamah Agung dengan Pengadilan Seluruh Indonesia tentang Peninjauan Kembali,pa-palopo.go.id/images/stories/Peninjauan_Kembali_Oleh_Wakil_Ketua_Yudisial.pdf, diakses pada tanggal 6 November 2017 pukul 23.56 WIB.
[4]Ibid, hlm.2
[5] Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2013),hlm.255.
[6] Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.
[7]Retno Wulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2005), hlm.196
[8]Lihat Pasal 67 Undang-Undang  Nomor .14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
[9] Soedirjo, Peninjauan Kemballi Dalam Perkara Perdata (Arti dan Makna) (Jakarta: Akademika Pressindo, 1986), hlm.32
[10] Catatan kuliah Hukum Acara Perdata Lanjut, tgl 24 Oktober 2017
[11]Lihat Pasal 72 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004
[12]Soedirjo SH,  Op.Cit, hlm. 39-40.
[13]Ibid, hlm.40
[14]Ibid, hlm.41

Komentar

Postingan Populer