Tugas Hukum Islam - Makalah tentang WAKAF
SISTEM WAKAF
MENURUT HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Disusun oleh :
11010115120024
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Wakaf
sebagai suatu yang merupakan perbuatan hukum sudah lama melembaga dan
dipraktikan di Indonesia. Praktik wakaf yang diterapkan di Indonesia masih
dilaksanakan secara konvensional yang memungkinkan rentan terhadap berbagai
masalah dan tidak sedikit yang berakhir di pengadilan. Kondisi ini diperparah
dengan adanya penyimpangan terhadap benda-benda wkaf yang dilakukan oleh oknum
yang tidak bertanggung jawab dan sudah menjadi rahasia umum ada benda-benda
wakaf yang diperjualbelikan.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dalam pasal 16 menerangkan harta
benda yang dapat di wakafkan. Pasal ini menyebutkan bahwa benda bergerak dan
benda tidak bergerak dapat menjadi objek wakaf 9dapat diwakafkan). Ayat (2)
menerangkan bahwa benda tidak bergerak yang dapat diwakafkan meliputi hak atas
tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik
yang sudah maupun yang belum didaftar,
I.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan
beberapa permasalahan, yaitu :
A. Apa yang dimaksud wakaf dalam konsepsi Hukum
Islam ?
B. Bagaimana sistem pengelolaan wakaf di Indonesia ?
C. Bagaimana kewajiban hak atas benda wakaf ?
I.3 Tujuan
Tujuan
dalam pembuatan makalah ini adalah :
A.
Mengetahui wakaf dalam konsepsi
Hukum Islam.
B. Mengetahui sistem pengelolaan wakaf di Indonesia.
C. Mengetahui kewajiban hak atas benda wakaf.
.
BAB II
PEMBAHASAAN
Sesuai dengan permasalahan yang
diangkat, maka penulis menjabarkan pembahasan sebagai berikut :
II A. Wakaf dalam
Konsepsi Hukum Islam
Menurut
pengertian bahasa, perkataan “waqaf” berasal dari kta Arab
“waqofa-yaqifu-waqfa” yang berarti ragu-ragu, berhenti, memperlihatkan,
meletakkan, mengatakan, mengabdi, memahami, mencegah, menahan, dan tetap
berdiri. Dalam pengertian istilah secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian
yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan pemilik asal lalu menjadikan
manfaatnya secara umum. Pengertian cara pemanfaatannya adalah menggunakan
sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan.
Menurut Undang-Undang Wakaf
Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa : “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
atau kesejahteraaan umum menurut syariah”. Ibadah wakaf yang tergolong pada
perbuatan sunnat ini banyak sekali hikmahnya yang terkandung di dalamnya,
antara lain:
1.
Harta benda yang di wakafkan dapat tetap terpelihara dan terjamin
kelangsungannya.
2.
Pahala dan keuntungan bagi si wakif akan tetap mengalir walaupun suatu ketika
ia telah meningggal dunia, selagi benda wakaf itu masih ada dan dapat
dimanfaatkan.
3.
Wakaf merupakan salah satu sumber dana yang sangat penting bagi kehidupan agama
dan umat, antara lain yaitu untuk pembinaaan mental spiritual dan pembangunan fisik.
Dalam hukum pelaksanaan wakaf
dalam islam adalah ayat-ayat Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad Saw. Adapun yang
dinyatakan menjadi dasar hukum wakaf oleh para ulama Al-Quran Surat Al-Hajj
ayat 77 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangaan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam jamaah kecuali Bukhari
dan Ibnu Majah dari Hurairah r.a sesungguhnya Nabi Saw. Bersabda yang artinya “Apabila
seorang mati manusia, maka putuslah atau berhenti pahala perbuatanya kecuali
tiga perkara yaitu: shadaqatu jariah (wakaf), ilmu yang bermanfaatbaik dengan
cara mengajar maupun dengan karangan dan anak yang shaleh selalu mendoakan
orangtuanya.”
II B. Sistem
Pengelolaan Wakaf di Indonesia
Pengelolaan wakaf di Indonesia umumnya masih
didominasi pada penggunaan tempat-tempat ibadah, seperti mesjid, mushalla, dan
ponpes. Sedangkan penggunaan pemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan
manusia secara umum dalam bidang ekonomi sangat minim. Bentuk perwakafan di
Indonesia untuk kepentingan umum selain yang bersifat umum terdapat juga wakaf
gotong royong berupa mesjid, mushalla, dan sebagiannya. Caranya adalah dengan
membentuk panitia menggumpulkan dana dan setelah dan terkumpul, anggota
masyarakat sama-sama gotong royong untuk menyumbangkan tenaga pada pembangunan
tersebut.
Pengelolaan
wakaf di Indonesia dapat diklafikasikan dalam tiga fase yaitu :
1. Fase tradisional, harta wakaf diperuntukkan hanya
untuk pembangunan fisik semata, seperti untuk perkuburan, mesjid, mushallah,
dan madrasah. Pada fase ini ikrar wakaf umumnya hanya bersifat lisan tanpa ada
bukti tertulis sama sekali. Akibatnya setelah diurus oleh beberapa generasi
banyak harta wakaf yang hilang tanpa bekas.
2. Fase semi professional, pada fase semi
professional pengelolahan wakaf tidak banyak berbada dengan sebelumnya. Namun
sudah mulai dikembangkan secara produktif walaupun belum maksimal. Pelaksanaan
wakaf sudah mulai diikuti secara tertulis yaitu melalui Akta Ikrar Wakaf (AIW)
yang dibuat oleh Penjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf. Kegiatan wakaf, khususnya
wakaf tanah sudah memiliki payung hukum setelah diakui adanya hak milik wakaf
dalam perundangan mengenai pertanahan.
3. Fase professional, pada fase ini wakaf sudah
diurus dan dikembangkan secara produktif. Bahkan wakaf dalam bentuk uang dan
barang berharga lainnya pun sudah mulai diperkenalkan.
II C. Kewajiban Hak Atas Benda Wakaf
Dikalangan
ulama terdapat pendapat tentang kedudukan hak milik harta wakaf. Ulama Hanafiah
berpendapat bahwa harta wakaf tetap menjadi milik orang yang mewakafkan
(wakif), ulama hanafiah ini mendasarkan pendapatnya para riwayat Ibnu Abbas ra
yang menetapkan bahwa wakaf tetap milik si wakif, sehingga pada suatu saat
harta wakaf dapat dapat kembali kepada si wakif atau diwariskan apabila ia
meninggal dunia. Abu Hanifah mengartikan wakaf sebagai sedekah yang
kendudukannya seperti ‘ariyah yaitu pinjam-meminjam. Perbedaan anatara wakaf
dan ‘ariyah ialah pada bendanya. Dalam ‘ariyah, benda ada ditangan sipeminjam
sebagai pihak yang menggunakan dan mengambil manfaat benda itu. Sedangkan dalam
wakaf, benda ada ditangan sipemilik yang tidak menggunakan dan mengambil
manfaat benda itu. Dengan demikian, benda yang diwakafkan itu tetap menjadi
milik wakif sepenuhnya akan tetapi hanya manfaatnya saja yang disedekahkan.
Oleh karena itu siwakif sebagai pemilik benda wakaf, ia mempunyai hak
menggunakan sepenuhnya.
Syafi’iah
dan Hanbaliah sependapat bahwa harta wakaf itu putus atau keluar dari hak milik
siwakif dan menjadi milik umum. Begitu
pula wewenang siwakif menjadi terputus karena setelah ikrar talak diucapkan,
harta tersebut milik umum. Menurut mereka wakaf itu sesuatu yang mengikat
siwakif tidak dapat menarik kembali dan membelanjakannya yang dapat
mengakibatkan perpindahaan hak milik dan ia juga tidak dapat mengikrar bahwa
harta wakaf itu menjadi hak milik orang lain dan sebagainya. Ia tidak dapat
menjual, menggadaikan, mengihbahkan, serta mewariskan.
Oleh
karena itu mereka mendefinisikan wakaf dengan “Menahan dzat benda atas dasar
milik Allah dan putus dari kepemilikan siwakif, sedangkan pemanfaatannya
diberikan kepada hamba Allah (masyarakat umum). Meraka berlandaskan pada hadits
Ibnu Umar yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada umar yang
artinya “ Jika kamu menginginkan, kamu bisa menahan (mewakafkan) tanah itu dan
bersedakah dengan hasilnya. Ia tidak bisa dijual, tidak bisa dihibahkan atau
diwariskan. Hadits tersebut sangat jelas mengisyaratkan bahwa dzat benda wakaf
itu tidak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan. Dan manfaat benda itu
disedekahkan kepada fakir miskin, musafir, budak sabilillah dan lain sebagainya
yang masuk dalam kepentinagn umum. Demikianlah yang dianjurkan Umar sebagaimana
anjuran Rasulullah SAW.
BAB
III
PENUTUP
III.A KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa, Menurut Undang-Undang Wakaf Nomor
41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa : “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau
kesejahteraaan umum menurut syariah”. Pengelolaan
wakaf di Indonesia umumnya mesih didominasi pada penggunaan tempat-tempat
ibadah, seperti mesjid, mushalla, dan ponpes.
Kedudukan
hak milik harta wakaf menjadi milik umum yang mana dzat benda wakaf itu tidak
boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan. Dan manfaat benda itu disedekahkan
kepada fakir miskin, musafir, budak sabilillah dan lain sebagainya yang masuk
dalam kepentinagn umum. Demikianlah yang dianjurkan Umar sebagaimana anjuran
Rasulullah SAW.
DAFTAR
PUSTAKA
www..ajiersa.com/2015/03/makalah-tentang-wakaf.html?
daminhamdi.blogspot.com/2012/01/makalah-perwakafan.html
ahmadsibgotullah.blogspot.co.id/2010/perwakafandiindonesia/
Komentar
Posting Komentar