Tugas Hukum Acara Tata Usaha Negara
Nama : THANIA PUTRI MARNI
Nim : 11010115120024
Kelas : HATUN LANJUT (A)
Kasus TUN :
7
Januari 2013, Bupati Pesawaran
mengeluarkan SK No: 821.22/06/IV/03/2013 yang isinya pemberhentian sementara
Sekkab Pesawaran atas nama Kesuma Dewangsa. SK ini di keluarkan secara sepihak
oleh Bupati Pesawaran tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dengan Gubernur Lampung.
Sedangkan sesuai dengan ketentuan Pasal 122 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004
tentang pemerintah daerah “Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul
Bupati/Wali Kota sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dari ketentuan tersebut
jelas bahwa SK Bupati Pesawaran cacat yuridis (cacat wewenang). Berpedoman dari
pasal tersebut di atas akhirnya Kesuma Dewangsa yang merasa di rugikan dari di
keluarkannya SK oleh Bupati berinisiatif mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara. Setelah di ajukannya gugatan dan melalui proses pemeriksaan
admnistrasi di sidangkanlah perkara tersebut.
PengadilanTata
Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama, dengan acara biasa, yang
dilangsungkan di Gedung Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung di jalan
Pangeran Emir M. Noer Nomor 27 Bandar Lampung, mengeluarkan KeputusanNo:
821.22/06/IV/03/2013 tentang Gugatan Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Pesawaran
Kesuma Dewangsa terhadap Bupati Pesawaran Aries Sandi Darma Putra ditolak. Putusan
PTUN Bandar Lampung ini artinya menguatkan SK Bupati Pesawaran Aries Sandi
Darma Putra No: 821.22/06/IV/03/2013 tentang pemberhentian sementara Sekkab
Pesawaran atas nama Kusuma Dewangsa. Putusan sidang No: 03/G/2013/PTUN-BL
menyatakan telah menolak gugatan penggugat dan menguatkan SK Bupati Pesawaran
Aries Sandi Darma Putra serta menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara.
Analisis :
Putusan
Pengadilan dapat berupa sebagaimana yang terdapat dalam bunyi Pasal 97 ayat (7)
UU Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9
Tahun 2004 jo UU Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu
:
1. Gugatan
ditolak;
2. Gugatan
dikabulkan;
3. Gugatan
tidak diterima;
4. Gugatan
gugur.
Dalam hal perkara ini, PTUN Bandar Lampung yang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat
pertama mengeluarkan KeputusanNo: 821.22/06/IV/03/2013 tentang Gugatan
Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Pesawaran Kesuma Dewangsa terhadap Bupati
Pesawaran Aries Sandi Darma Putra ditolak, artinya penggugat tidak dapat
membuktikan dalil dari gugatanya dan gugatan tidak bisa diajukan untuk kedua
kalinya. Sehingga putusan PTUN Bandar Lampung menguatkan SK Bupati Pesawaran
Aries Sandi Darma Putra No: 821.22/06/IV/03/2013 tentang pemberhentian
sementara Sekkab Pesawaran atas nama Kusuma Dewangsa.
Mengenai pelaksaan
eksekusinya,
Pengaturan eksekusi putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 terdapat beberapa
perubahan ketentuan yang diatur sebelumnya dalam Pasal 116 Undnag - Undang
Nomor 9 tahun 2004. Pasal 116 Undang – Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara selengkap berbunyi :
(1) Salinan
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan
kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas
perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama
selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari.
(2) Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud pada Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan tata usaha negara yang
disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
(3) Dalam
hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan
puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka
penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan
pengadilan tersebut.
(4) Dalam
hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan
upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administrasi.
(5) Pejabat
yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak
terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Disamping
diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut
melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk
menjalankan fungsi pengawasan.
(7) Ketentuan
mengenai besar uang paksa, jenis sanksi administrasi, dan tata cara pelaksanaan
pembayaran uang paksa dan/atau sanksi adiministrasi diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Pembentuk
Undang-Undang mengharapkan Badan/Pejabat TUN melaksanakan putusan yang sudah
berkekuatan hukum yang tetap secara sukarela. Kalau putusan yang sudah
berkekuatan hukum tetap tidak dijalankan juga, maka UU PTUN menyediakan
mekanisme berupa sanksi administratif dari atasan Badan/Pejabat TUN
bersangkutan. Lewat ancaman sanksi itu, atasan pejabat yang mengeluarkan Keputusan TUN pada dasarnya sedang melakukan
upaya paksa.
Mekanisme
lain yang disebut dalam UU PTUN adalah pengenaan uang paksa dan pengumuman
lewat media massa. Pasal 116 ayat (5) UU PTUN menyatakan pejabat yang tidak
melaksanakan putusan Pengadilan diumumkan pada media massa cetak setempat oleh
panitera sejak tidak terpenuhinya batas waktu 90 hari kerja. Begitu batas waktu
lewat, penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar tergugat
melaksanakan putusan. Pasal 116 ayat (6) UU PTUN menegaskan lebih lanjut, ketua
pengadilan mengajukan ketidakpatuhan ini kepada Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan tertinggi dan kepada DPR untuk menjalankan fungsi
pengawasan. Dari rumusan ini jelas bahwa Presiden punya kewenangan memaksa
pejabat TUN untuk melaksanakan putusan.
Sedangkan,
mekanisme uang paksa yang disebut dalam Pasal 116 ayat (4) UU PTUN, hingga kini
regulasinya belum jelas. Penjelasan Pasal 116 ayat (4) UU PTUN hanya
menyebutkan pembebanan berupa pembayaran sejumlah uang dicantumkan dalam amar
putusan pada saat hakim memutuskan mengabulkan gugatan penggugat. Hal ini masih
menjadi pertanyaan apakah uang paksa itu digabung bersama gugatan ke PTUN atau
terpisah, siapa yang harus membayar (pribadi pejabat TUN atau dari anggaran
badan), dan berapa besar uang paksa. Ini masalah krusial yang sering ditanyakan
dan tampaknya perlu segera diatasi. Meskipun demikian, sebenarnya sanksi
administratif, pengenaan uang paksa dan pengumuman di media massa tak perlu
terjadi jika Badan/Pejabat TUN menjalankan putusan secara sukarela.
Komentar
Posting Komentar