Tugas Hukum Lingkungan - ANALISIS KASUS MASALAH LINGKUNGAN
ANALISIS :
1. Pelanggaran yang dilakukan Pabrik-Pabrik Tepung Tapioka di Kabupaten
Pati terhadap ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pembangunan
disamping memberikan dampak positif berupa kesejahteraan, namun disisi yang
lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan atau
tercemarnya lingkungan hidup. Oleh karena itu, apabila terjadi penurunan fungsi
lingkungan hidup akibat perusakan dan/atau pencemaran lingkugan hidup, maka
serangkain kegiatan penegakan hukum (law enforcement) harus dilakukan.
Penegakan
hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam
penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum.
Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukum dilaksanakan, tanpa perduli
bagaimana pahitnya (fiat jutitia et
pereat mundus; meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hal ini
dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyrakat. Sebaliknya masyarakat
menghendaki adannya manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum
lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi
lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat. Artinya peraturan tersebut
dibuat adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga jangan sampai terjadi
bahwa, karena dilaksanakannya peraturan tersebut, masyarakat justru menjadi
resah. Unsur ketiga adalah keadilan. Dalam penegakan hukum lingkungan harus
diperhatikan, namun demikian hukum tidak identik dengan keadilan, karena hukum
itu sifatnya umum, mengikat semua orang, dan menyamaratakan. Dalam penataan dan
penegakan hukum lingkungan, unsur kepastian, unsur kemanfaatan ,dan unsur
keadilan harus dikompromikan, ketiganya harus mendapat perhatian secara
proporsional. Sehingga lingkungan yang tercemar dapat dipulihkan kembali.
Menurut
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Namun saat ini masih saja terdapat
beberapa pihak yang melakukan pencemaran lingkungan hidup, seperti halnya yang
dilakukan oleh pabrik-pabrik tepung tapioka yang masih berskala rumahan di
Kabupaten Pati. Mengingat masih banyak pabrik-pabrik tepung tapioka skala rumahan
atau besar yang membuang limbahnya ke sungai. Yang mana sungai tersebut
dimanfaatkan untuk pengairan tambak. Sehingga puluhan petani tambak di Desa
Pangkalan Kecamatan Margoyoso mengeluhkan pembuangan limbah industri tepung
tapioka, pasalnya limbah tersebut bercampur air sungai yang meracuni ikan
tambak milik masyarakat sekitar. Bahkan beberapa kali ribuan ikan bandeng milik
warga mati karena teracuni air sungai. Pencemaran tersebut telah melanggar
ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mana setiap orang dilarang untuk:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan
perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan
hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
izin lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang
tidak benar.
Dapat disimpulkan bahwa pabrik-pabrik tepung tapioka di Kabupaten Pati
lebih tepatnya di Kecamatan Margoyoso telah melanggar beberapa ketentuan dalam
pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009. Maka pihak dari pabrik-pabrik tersebut harus
melakukan penanggulangan dan pemulihan terhadap lingkungan yang sudah tercemar
oleh limbah pabrik tersebut. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UU No. 32
Tahun 2009, setiap orang yang melakukan pencemaran lingungan hidup wajib
melakukan penanggulangan lingkungan hidup yang dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Apabila tahap penanggulangan lingkungan hidup telah dilaksanakan maka pihak
yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup wajib untuk melakukan pemulihan
lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 UU No. 32 Tahun 2009,
dilakukan dengan tahapan:
a.
penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b.
remediasi;
c.
rehabilitasi;
d.
restorasi; dan/atau
e. cara lain
yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup maka dibutuhkanlah pengelolaan
limbah yang baik dan benar, pengelolaan limbah diatur dalam pasal 59 UU No. 32
Tahun 2009 mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang
dilakukan dengan:
a. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
b. Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah
B3.
c. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan
sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
d. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
e. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib
mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban
yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
f. Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah
B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2. Penegakan Hukum Pencemaran Air
oleh Limbah Pabrik-Pabrik Tepung Tapioka di Kabupaten Pati
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 angka 14
menyebutkan bahwa “Pencemaran Lingkungan
Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
Air merupakan salah satu bentuk
lingkungan hidup fisik, dimana jika air ini tercemar maka akan berdampak besar
bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Limbah dari industri tepung tapioka yang
dibuang ke sungai jelas merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan
hidup, apalagi dalam kasus tersebut dari sungai itu dimanfaatkan untuk
pengairan tambak. Sehingga menyebabkan ribuan ikan bandeng milik masyarakat
sekitar mati karena teracuni limbah yang bercampur dengan air sungai tadi. Oleh
karena itu perlu adanya penegakkan hukum terhadap pencemaran yang dilakukan
oleh industri-industri tepung tapioka tersebut agar terciptanya keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan
erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap
peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administratif,
pidana, dan perdata. Berikut adalah sarana penegakan hukum:
1. Administratif
Sarana administrasi dapat bersifat
preventif dan bertujuan menegakkan peraturan perundang-undangan lingkungan.
Penegakan hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan
perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan (RKL), dan
sebagainya. Disamping pembinaan berupa petunjuk dan panduan serta pengawasan
administratif, kepada pengusaha di bidang industri, hendaknya juga ditanamkan
manfaat konsep “Pollution Prevention Pays”
dalam proses produksinya. Penindakan
represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan
lingkungan administratif pada dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara
langsung pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Sanksi administratif terutama
mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian perbuatan terlarang.
Disamping itu, sanksi administratif terutama ditujukan kepada perlindungan
kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut. Beberapa jenis
sarana penegakkan hukum administrasi adalah :
a. Paksaan pemerintah atau tindakan
paksa;
b.Uang paksa;
c. Penutupan tempat usaha;
d. Penghentian kegiatan mesin
perusahaan;
e. Pencabutan izin melalui
proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa.
2. Kepidanaan
Tata cara penindakannya tunduk pada
undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peranan Penyidik
sangat penting, karena berfungsi mengumpulkan bahan/alat bukti yang seringkali
bersifat ilmiah. Dalam kasus perusakan dan/atau pencemaran lingkungan terdapat
kesulitan bagi aparat penyidik untuk menyediakan alat bukti yang sah sesuai
ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Selain itu, pembuktian unsur hubungan
kausal merupakan kendala tersendiri mengingat terjadinya pencemaran seringkali
secara kumulatif, sehingga untuk membuktikan sumber pencemaran yang bersifat
kimiawi sangat sulit. Penindakan atau pengenaan sanksi pidana adalah merupakan
upaya terakhir setelah sanksi administratif dan perdata diterapkan.
3. Perdata
Mengenai hal ini perlu dibedakan
antara penerapan hukum perdata oleh instansi yang berwenang melaksanakan
kebijaksaan lingkungan dan penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan. Misalnya, penguasa dapat
menetapkan persyaratan perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau
pemberian hak membuka tanah atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat
kemungkinan “beracara singkat” bagi pihak ketiga yang berkepetingan untuk
menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap
larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa. Penegakan hukum perdata
ini dapat berupa gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan.
Komentar
Posting Komentar